Babak 1: Pertemuan di Medan Perang
Debu mengepul, langit merah membara. Aroma mesiu menusuk hidung, bercampur dengan bau anyir darah. Di tengah kekacauan itu, mata kami bertemu. Dia, Jenderal Li Wei, gagah berani di atas kudanya, pedangnya bersinar memantulkan api. Aku, Bai Lian, seorang tabib yang berusaha menyelamatkan nyawa di tengah neraka ini.
Perang memang merenggut segalanya, tapi di tengah kehancuran itu, CINTA tumbuh.
Senyumnya menenangkan, suaranya meneduhkan. Aku, seorang putri dari kerajaan yang kalah, jatuh cinta pada panglima perang dari kerajaan musuh. Pertemuan rahasia di bawah rembulan, janji-janji yang diucapkan dengan bisikan lirih, sentuhan lembut yang menghangatkan jiwa di tengah dinginnya perang. "Aku akan melindungimu, Lian. Percayalah padaku," bisiknya suatu malam, sambil memelukku erat.
Aku percaya.
Babak 2: Pengkhianatan Berbaju Cinta
Waktu berlalu. Kerajaan kami jatuh. Aku, yang seharusnya sudah mati, diselamatkan olehnya. Aku dibawa ke istananya, dijanjikan kehidupan baru. Tapi, kebahagiaan itu semu. Senyumnya mulai menipu, pelukannya terasa beracun.
Aku melihatnya berbicara dengan para jenderal, merencanakan strategi. Aku mendengar namanya disebut-sebut sebagai pahlawan perang, sang penakluk. Aku melihat tatapan bangga di mata Kaisar padanya. Lalu, aku menyadarinya.
Cintaku... adalah alat baginya.
Janji-janji manis itu kini berubah menjadi belati yang menusuk jantungku. Aku digunakan untuk mendapatkan informasi rahasia, untuk menaklukkan kerajaanku. Aku hanyalah pion dalam permainannya.
Babak 3: Elegi Sang Putri
Rasa sakit dan marah membakar jiwaku. Tapi, aku, Bai Lian, tidak akan membiarkan mereka melihat kelemahanku. Aku menyembunyikan luka di balik senyum anggun, menyembunyikan dendam di balik tatapan tenang. Aku belajar, mengamati, merencanakan.
Aku menjadi permaisurinya. Istrinya yang dicintai, yang dihormati. Aku memberikan semua yang dia inginkan, dengan satu tujuan: MENGHANCURKANNYA.
Aku menggali informasi, memanipulasi keadaan, menanam benih keraguan di antara para jenderal. Perlahan tapi pasti, kerajaannya mulai goyah. Ekonominya merosot, pemberontakan terjadi di mana-mana. Li Wei, sang pahlawan perang, mulai kehilangan segalanya.
Babak 4: Balas Dendam yang Manis Pahit
Pada akhirnya, dia datang padaku. Matanya penuh putus asa, suaranya bergetar. "Lian, apa yang kau lakukan?"
Aku menatapnya, dingin. "Aku hanya mengembalikan apa yang kau ambil dariku."
Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menumpahkan darah. Aku hanya merenggut kebahagiaannya, kekuasaannya, reputasinya. Aku membiarkannya hidup, dalam penyesalan yang abadi. Penyesalan karena telah mempercayaiku, karena telah mencintaiku, karena telah mengkhianatiku.
Dia ditinggalkan sendiri, hancur, terlupakan. Balas dendamku selesai. Tapi, kemenangan ini terasa pahit. Aku telah kehilangan diriku sendiri dalam prosesnya.
Aku meninggalkan istana, meninggalkan semua yang pernah aku kenal. Aku pergi, membawa serta sisa-sisa cintaku yang telah tercemar.
Di kejauhan, aku mendengar desas-desus tentang kejatuhannya. Aku tidak merasakan apa-apa, kecuali kekosongan. Aku tahu, dia akan selalu mengingatku, sebagai wanita yang dia cintai dan hancurkan.
Cinta dan dendam... lahir dari tempat yang sama, dan terkadang... tidak ada yang lebih pedih dari kenyataan itu.
You Might Also Like: 71 Inspirasi Face Wash Untuk Kulit
Post a Comment