Ia Membaca Chat Lama, Tapi Tak Pernah Balas
Malam itu rembulan pucat, menyinari kamar Lin Wei dengan cahaya kelabu. Dari jendela apartemennya, kota Shanghai tampak seperti lukisan yang dilumuri kesedihan. Di tangannya tergenggam erat ponsel, layar menyala redup menampilkan percakapan lama. Chen, nama itu terpampang di sana, lengkap dengan foto profil senyumnya yang dulu selalu membuat hati Lin Wei berdebar.
Dulu.
Kini, senyum itu terasa seperti duri yang menghujam jantungnya. Ia membaca ulang setiap baris chat itu. Kata-kata manis, janji setia, rencana masa depan – semua kini hanyalah debu yang berterbangan ditiup angin pengkhianatan.
Kenapa kau lakukan ini, Chen? Bisiknya dalam hati, air mata mulai menggenang di pelupuk mata.
Ia melihat Chen bersama wanita lain. Bukan sekadar rekan kerja. Bukan teman biasa. Ada sentuhan yang lebih dari itu. Ada tatapan penuh cinta yang dulu hanya menjadi miliknya.
Lin Wei memilih diam. Bukan karena ia lemah, tapi karena ia menyimpan rahasia. Sebuah rahasia yang jika terungkap, akan menghancurkan bukan hanya Chen, tapi juga dirinya sendiri. Rahasia tentang masa lalu kelam, tentang keluarga kaya raya yang tak menginginkannya, tentang identitas palsu yang selama ini ia gunakan.
Ia tidak membalas satu pun pesan Chen. Ia membiarkan pria itu bertanya-tanya, bingung, dan akhirnya…mungkin melupakan.
Semakin hari, misteri kecil mulai menguat. Chen tiba-tiba kehilangan pekerjaannya. Bisnis keluarganya terancam bangkrut. Saham-sahamnya anjlok. Semua terjadi begitu cepat, begitu sistematis.
Lin Wei tahu ia ada di balik semua ini. Bukan dengan sihir atau kekerasan. Ia hanya memanfaatkan informasi, bisikan halus, dan jaringan yang diam-diam ia bangun selama bertahun-tahun. Semua ini untukmu, ibu. Balas dendam atas segala penghinaan yang kau terima.
Ia tidak menyentuh Chen secara langsung. Ia hanya menggerakkan bidak-bidak di papan catur kehidupan, membiarkan takdir yang berbalik arah menghukum pria itu.
Suatu malam, Lin Wei menerima pesan dari nomor tak dikenal. Sebuah video. Chen, memohon ampun di hadapan seorang pria tua berwajah dingin. Pria itu tak lain adalah Kakek Lin Wei, kepala keluarga yang dulu menolak ibunya mentah-mentah.
Kau pikir bisa menyembunyikan identitasmu selamanya, cucuku? Tulis kakeknya dalam pesan berikutnya. Kau mewarisi kejamannya, sama seperti ibumu mewarisi kebaikan hatinya.
Lin Wei tertawa getir. Ia tidak tahu apakah harus merasa bangga atau jijik.
Beberapa bulan kemudian, Chen menghilang. Tidak ada yang tahu ke mana ia pergi. Yang tersisa hanyalah kenangan pahit dan sebuah nama yang terkubur dalam lautan chat lama yang tak pernah terbalas.
Lin Wei berdiri di balkon apartemennya, memandang kota Shanghai yang gemerlap. Ia telah membalas dendam. Tapi hatinya tetap hampa. Kehilangan Chen, kehilangan identitas aslinya, kehilangan segalanya…
Ia menutup matanya, merasakan angin malam menerpa wajahnya. Mungkin, kebahagiaan memang bukan untukku.
Ia membuang ponselnya ke dalam tong sampah di sudut ruangan. Di sana, di antara sampah-sampah kehidupan, terbaring bangkai masa lalu yang seharusnya tak pernah ada.
Ia menghela napas panjang. Dan semua itu... baru permulaan.
You Might Also Like: Jual Produk Skincare Lotase Original Di
Post a Comment