Lentera-lentera kertas berenang di permukaan Sungai Lihua, cahayanya menari liar seperti kunang-kunang yang tersesat. Di dunia manusia, malam itu adalah malam Festival Hantu Lapar. Di dunia roh, malam itu adalah malam di mana tabir antara hidup dan mati setipis selembar sutra.
A Yuan, gadis berumur delapan belas tahun, berdiri di tepi sungai. Gaun putihnya berkibar ditiup angin musim gugur. Di tangannya, sebuah ponsel menyala redup. Jari-jarinya menari di atas layar, mengetik kata demi kata, membentuk kalimat yang panjang, sebuah pengakuan, sebuah perpisahan.
Ia mengetik, "Aku mencintaimu, lebih dari rembulan mencintai malam, lebih dari bintang mencintai kegelapan…"
Namun, jari-jarinya berhenti. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menekankan tombol Backspace berulang kali. Semua kata itu lenyap, kembali menjadi kehampaan.
"Tidak," bisiknya. "Ini bukan jalan yang benar."
Di dunia roh, bayangan A Yuan meregang dan berbicara. Suaranya serak, dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam. "Mengapa kau menolaknya? Ia adalah takdirmu!"
A Yuan mendongak ke arah bulan. Bulan Lihua, bulan yang mengingat setiap nama, menatapnya dengan tatapan misterius. Ia merasakan getaran aneh di tulang punggungnya, seolah ia sedang diawasi oleh kekuatan yang tak terduga.
Kematiannya di dunia lama, di dunia yang penuh dengan gedung pencakar langit dan cahaya neon, bukanlah akhir. Itu hanyalah awal. Awal dari takdir baru, awal dari kebangkitannya di dunia ini, dunia di mana sihir berbisik di antara dedaunan dan roh-roh bergentayangan di balik tirai.
Ia adalah reinkarnasi dari Dewi Bulan. Dewi yang DIKHIANATI. Dewi yang dicintai, namun juga dimanipulasi.
Ia menemukan sebuah buku tua di perpustakaan terlarang istana roh. Buku itu menceritakan kisah cintanya yang tragis di masa lalu, cintanya pada seorang dewa perang yang gagah berani. Cinta itu adalah pemicu peperangan abadi antara dunia roh dan dunia iblis.
"Dewa perang itu… Siapa sebenarnya?" tanyanya pada bayangannya sendiri.
Bayangan itu terdiam. Lalu, dengan suara lirih, ia menjawab, "Ia adalah… semua orang yang kau cintai."
A Yuan tersentak. Apakah ia dijebak dalam sebuah siklus abadi? Apakah setiap orang yang ia cintai hanyalah reinkarnasi dari dewa perang yang sama? Apakah ia ditakdirkan untuk mengulangi kesalahan yang sama berulang kali?
Semakin ia mencari kebenaran, semakin ia terjerat dalam labirin ilusi dan manipulasi. Ia bertemu dengan seorang pemuda berwajah tampan yang memiliki tatapan mata yang FAMILIAR. Ia merasa terhubung dengannya, namun juga merasakan bahaya yang tersembunyi di balik senyumnya.
Di akhir perjalanan panjangnya, A Yuan berdiri di puncak Gunung Kunlun, di depan gerbang menuju dunia iblis. Ia akhirnya memahami siapa yang mencintai dan siapa yang memanipulasi takdir.
Ternyata, cinta sejati hadir dalam wujud yang paling tidak terduga. Ia adalah roh penjaga yang setia, yang selalu berada di sisinya, melindungi dan membimbingnya, bahkan ketika ia tidak menyadarinya.
Dan yang memanipulasi takdir? Adalah dirinya sendiri. Rasa bersalah dan ketakutannya yang abadi telah menciptakan siklus yang tak berujung.
Ia mengangkat tangannya, memanggil kekuatan Dewi Bulan yang terpendam dalam dirinya.
"Aku mematahkan rantai ini!" serunya.
Lalu, dengan tatapan yang tegas, ia mengucapkan sebuah mantra yang sederhana namun kuat: "Di jantungku, takdirku terukir, kebebasanku terlahir kembali."
You Might Also Like: Top Ratu Yang Menyembunyikan Luka Di
Post a Comment