Absurd tapi Seru: Aku Menatap Gedung Tinggi, Tapi Yang Menjulang Hanyalah Penyesalan

Aku Menatap Gedung Tinggi, Tapi Yang Menjulang Hanyalah Penyesalan

Langit Shanghai malam itu memantulkan gemerlap lampu kota, tapi mataku hanya terpaku pada satu titik: Gedung Jin Mao. Di sanalah, di lantai paling atas, aku pertama kali bertemu dengannya. Di sanalah, pula, hatiku DIHANCURKAN.

Gaun sutra merah marun yang kupakai malam ini terasa seperti belenggu. Dulu, warna ini adalah favoritnya. Sekarang, hanya mengingatkanku pada senyum menipu yang dulu kurasa begitu tulus.

"Nona Lin, sampanye?" Suara pelayan membuyarkan lamunanku. Aku menggeleng pelan, lalu menyesap teh jasmine panas. Teh ini, seperti diriku, pura-pura tenang. Padahal di dalam, semuanya bergejolak.

Dulu, aku percaya pada janjinya. Janji yang terukir indah, sekuat baja. Kini, janji itu hanyalah belati berkarat yang menghujam jantungku setiap hari. Pelukannya yang dulu terasa hangat, sekarang terasa beracun, meninggalkan luka yang tak tersembuhkan.

Aku ingat bagaimana dulu dia berjanji akan membangun kerajaan bisnis bersamaku. Bagaimana dia menatap mataku dengan penuh keyakinan, mengatakan aku adalah segalanya. Ternyata, segalanya baginya hanyalah tangga untuk mencapai puncak, dan aku hanyalah anak tangga yang siap diinjak.

Pengkhianatannya terbungkus rapi dalam senyum palsu dan alasan bisnis. Tapi aku, Lin Xiulan, bukanlah wanita bodoh. Aku melihat wanita itu, penerus keluarga Zhang, menempel padanya seperti lintah. Dan aku tahu, aku harus bertindak.

Tapi aku tidak akan menodai tanganku dengan darah. Balas dendamku akan jauh lebih manis, dan jauh lebih ABADI. Aku akan menghancurkan kerajaan bisnis yang dia bangun dengan susah payah, bukan dengan kekerasan, tapi dengan keanggunan dan strategi yang mematikan. Aku akan membuatnya menyesal, bukan karena kehilangan aku, tapi karena kehilangan segalanya.

Aku telah menjual sahamku di perusahaannya ke pesaing terbesarnya. Aku telah membocorkan informasi rahasia yang akan membuat reputasinya hancur berkeping-keping. Aku telah menyiapkan segala sesuatunya dengan cermat, seperti pemain catur yang menunggu langkah terakhir.

Ketika dia tahu, ketika dia melihat kerajaannya runtuh di depan matanya, aku akan tersenyum. Bukan senyum kemenangan, tapi senyum kesedihan. Karena aku tahu, penyesalan abadi akan menjadi hukuman yang lebih berat daripada kematian.

Aku berdiri dari kursi, memandang Gedung Jin Mao sekali lagi. Cahaya bulan menerangi wajahku, menyembunyikan air mata yang nyaris tumpah. Aku berbalik, melangkah menuju mobilku, meninggalkan kenangan pahit di belakang.

Cinta dan dendam… keduanya lahir dari tempat yang sama, yaitu: KEPERCAYAAN YANG DIKHIANATI!

You Might Also Like: Drama Baru Aku Menolakmu Dengan Logika

OlderNewest

Post a Comment